Sabtu, 21 September 2019

Mari Kita Jaga Bersama

Pulang ke kotamu..ada setanggup haru dalam rindu....
Ah, Yogya memang buat kangen. Baru ditinggal satu hari saja sudah merasa ingin segera sampai di Yogya.
Saat ini sebenarnya Ibun sedang menuju Yogya. Darimana? Dari kampung halaman, Bandung.

Ibun mau cerita tentang toilet kereta ya. Ups...? Kok cerita toilet sih? Memang nggak ada cerita yang lain yak?
Hehhehe..boleh lah. Di sini Ibun bisa cerita bebas ya.

Delapan jam perjalanan Bandung-Yogya itu nggak sebentar loh. Tidur sudah...baca wa sudah...ngintip medsos dan komen-komen dikit sudah, ngemil sudah, makan siang sudah juga. Mau ngapain lagi ya? O iya pipis belum.
Idiih jorok? Lah kok jorok..enggak lah. Pipis atau buang air kecil itu hasrat yang harus segera dituntaskan ya. Karena kalau ditahan-tahan bisa jadi penyakit, infeksi saluran kemih loh. Makanya jangan pernah nahan pipis ya. Jadi nggak jorok ya.

Sebelum ke toilet, info dari kakak toilet jongkok di sebelah kanan, toilet duduk sebelah kiri. Ibun pilih toilet duduk lah karena dalam perjalanan menggunakan kereta Ibu nggak nyaman kalau toilet jongkok.

Sampailah di toilet. Ibun buka tutup closetnya. Hah...banyak tisu menyumbat di lubang closetnya. Ibun cuma tarik nafas panjang, padahal jarak closet dan tempat sampah hanya 1 langkah, ya kira-kira sepanjang tangan kita deh kalau diluruskan. Jadi nggak terlalu jauh kan untuk menggapai tempat sampah.

Ibun menekan tombol pendorong air dengan harapan tisu-tisu tersebut terdorong masuk ke bawah. Ternyata tidak berhasil. Ibun tekan kembali dengan tekanan yang lebih kuat, tidak berhasil juga. Ibun cuma bisa pasrah. Ibun nggak habis pikir dengan orang yg terlalu egois membuang tisu di closet. Apakah mereka nggak mikir bisa tersumbat. Kalau tersumbat artinya toilet tersebut nggak bisa digunakan. Sementara perjalanan masih 4 jam lagi. How selfish she/he is? Mungkin saja dia bisa bilang kan masih banyak toilet yang lain. Pala loe peyang..toilet lain ya untuk penumpang gerbong lain dong.

Ibun nggak mungkin pindah ke toilet lain lah, sudah kebelet banget. Ya udah, Ibun merelakan tangan kiri untuk menjemput paksa tisu-tisu itu untuk berada pada tempat yang semestinya. Sebelumnya Ibun mengambil tisu kering untuk mengambil tisu dlam closet. Kalian akan berpikir nggak worthy Bun tisu kering tersebut karena tidak akan melindungi tangan Ibun dari kuman dan kotoran. Bodoh amat deh, paling tidak di pikiran Ibun merasa lebih nyaman. Setelah itu Ibun cuci tangan bersih-bersih walaupun tanpa sabun. Hahhaha nggak worthy juga ya. Sekali lagi bodoh amat ah.

Ibun duduk setelah memberaihkan alas duduk closetnya. Dan...lega rasanya...hehehhe.

******

Gerbong eksekutif ternyata tidak selalu menggambarkan mental seorang yang eksekutif. Memang mentalnya harusnya bagaimana? Ya..berpikir bahwa gerbong eksekutif yang naik pun teredukasi dengan baik lah. Mengerti lah apa yang terjadi jika toilet dimasukkan tisu kemudian tersumbat dan bla..bla..bla.

Fasilitas secanghih apa pun tidak akan menjamin jika mental user-nya masih mental sembrono begitu.

Terima kasih PT KAI dan segenap jajarannya sampai cleaning service yang selalu memberi profesionalisme kalian sehingga membuat penumpang selalu nyaman di berbagai kelas. Maafkan kami para penumpang yang masih lupa kalau kaminpun wajib menjaga bersama untuk kenyamanan bersama.

#thespiritofwriting
#ibubelajar

Kamis, 19 September 2019

Sabar dalam Berproses

Tantangan hari ke-tujuh nih.
Yeeaaay.....bisa konsisten untuk terus menulis untuk Ibun hal ini luar biasa loh. Ibun berharap bisa terus menulis. Sedikit bercerita ya. Dulu sebelum ada facebook, instagram, dan medsos lainnya Ibun sudah menulis di blog yang namanya multiply.com. Sejak multiply ditutup Ibun akhirnya mulai berinteraksi di facebook. Tapi sekarang Ibun merasa tidak nyaman lagi di FB karena terlalu banyak dimanipulasi. Apa lagi waktu menjelang pemilu, medsos dijadikan media kampanye. Jadi lah bertebaran berita hoax yang ujung-ujungnya membuat hubungan pertemanan menjadi tidak bermutu. Yah..itu lah perkembangan teknologi ya.

Ibun mau cerita apa ya? Ibun cuma berharap dapat bersabar dalam berproses. Ibun senang menulis. Menulis apa saja. Saat awal sekolah Ibun menerbitkan buku bersama mas Bagus. Sebuah antologi pengalaman para caregiver orang dengan skizofrenia. Judul bukunya 'Mozaik, Kisah Inspiratif tentang Mereka yang Hidup Bersam Orang dengan Skizofrenia'.

Buku 'Mozaik' untuk kalangan terbatas. Ibun dan teman-teman menjualnya untuk komunitas tujuannya adalah edukasi. Buku tersebut jadi tanda adanya angin segar karena tumbuh komunitas-komunitas konsumen kesehatan jiwa seperti sekarang ini.

Ibun ingin menulis kembali. Ibun ingin memiliki buku lagi. Ibun jadi ingat quote tentang menulis dari Pramoedya Ananta Toer :

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian"

Keren ya quote-nya. Ibun akan bersabar ah untuk berproses. Semoga harapan Ibun memiliki buku bisa terwujud. Aamiin.

#Tantanganseptemberceria
#tujuhharibercerita
#rumahbelajarliterasiipjogja
#Hariketujuh

Rabu, 18 September 2019

Merindukanmu

Boleh cerita apa saja ya? Tantangan hari ke-enam mau cerita tentang rindu. Ini benar-benar sedang merindukan anak Ibun yang lagi mondok di Ponpes, Boyolali.


*****

Setiap Selasa siang Ibun latihan yoga bersama salah seorang teman Ibun. Guru yoga Ibun namanya mbak Helga. Dari sekian banyak guru yoga yang pernah Ibun ikuti, dia paling OK menurut Ibun. Kenapa? Selain baik dan sabar, mbak Helga juga mengerti tentang anatomi tubuh sehingga gerakan-gerakan yang diberikan dapat disesuaikan dengan keadaan Ibun yang obesitas ini. Ibun sebenarnya tidak hendak bercerita tentang yoga. Ibun mau cerita bahwa sepulang yoga kemarin walau badan terasa segar tapi Ibun mudah sekali mengantuk. Masa jam 18.30 mata Ibun sdh 5 watt. Akhirnya Ibun memutuskan botik (bobok cantik) selepas sholat Isya.

Niatnnya jam 02.00 pagi Ibun akan bangun dan seperti biasa quality time for myself , mengerjakan apa saja yang membuat ibu senang. Biasanya Ibun akan baca buku yang sedang Ibun pelajari atau mengerjakan tugas yang belum selesai. Baik itu tugas dari tempat kerja atau pekerjaan rumah yang belum Ibun selesaikan.

Ibun ingat benar jam 01.15 terbangun dari tidur. Ibun tiba-tiba sedih karena dalam mimpi Ibun, anak Ibun yang kecil menangis saat menelpon Ibun. Ibun tiba-tiba lemas, ada apa ya. Ibun terus bangun dari tempat tidur menuju ruang keluarga, kemudian Ibun membenamkan diri untuk membuat leaflet kegiatan di komunitas. Ibun masih tidak habis pikir kenapa bermimpi seperti itu. Sepertinya rasa rindu yang membuncah di dada sehingga terbawa mimpi. Memang Ibun hampir tiga minggu Ibun menengoknya. Selain karena kondisi kesehatan Ibun yang sempat terganggu, juga karena tugas-tugas di RS yang tidak kunjung selesai.

Saat sarapan pagi Ibun ceritakan mimpi Ibun pada bapak. Bapak berkata,"Itu karena Ibu kangen banget adek, ya udah sabtu besok Ibu ke tempat adek."

Ibun sebenarnya bisa saja menanyakan pada pamongnya untuk mengetahui kabar Adek. Tapi mestinya kalau terjadi sesuatu mereka akan segera memberi tahu. Ibun khawatir kalau Ibun telpon ke pondok akan membuat khawatir Adek.

*****

Teringat bagaimana perjuangan Adek untuk bisa bersekolah di pondok tersebut. Ia sengaja memilih pondok tersebut yang jauh dari kemewahan hanya karena ingin mandiri. Ia harus mencuci baju sendiri, menyetrikanya,Ia harus mau untuk kerja bakti setiap hari Sabtu membersihkan toilet, kolam, halaman masjid, dan masih banyak lagi.

Masih teringat percakapan Ibun dengan Adek sebelum mondok.
"Adek, kalau tidak siap untuk sekolah di pondok tidak usah memaksakan diri,"kata Ibun
"Enggak kok Bun, Adek mau kok."
"Bisakah beri alasan pada Ibun kenapa Adek ingin mondok?"
"Adek ingin memperbanyak hafalan quran, Bun. Adek nggak bisa kalau tetap di rumah. Adek akan mudah terpengaruh gadget dan hal lainnya."
Ya Allah bergetar hati Ibun saat mendengar alasannya. Ibun nggak menyangka Adek berpikir sejauh itu. Ia yang biasanya selalu tidak bisa lepas dari gadget ternyata ia mau melepaskan diri dari zona nyamannya.
"Bukannya kalau Adek bisa hafal Quran, nanti Ibun bisa memakai mahkota di syurga?"
Ya Allah....Subhanallah. Ibun peluk Adek yang sedang bermain gadget waktu itu.
 "Semoga cita-cita Adek terkabul ya."
Dia kembali pada gadgetnya.

*****

Seminggu mondok kami menengoknya. Dia sudah menjadi sosok yang berbeda, semakin dewasa. Tapi Ibun bisa merasakan ada yang disimpan olehnya. Akhirnya ia bercerita kalau ia di-bully oleh temannya. Adek tidak suka jika ditakut-takuti dengan serangga. Badannya dipegangi oleh beberapa teman kemudian serangga tersebut didekatkan padanya.
"Adek cuma bisa menjerit Bun,"katanya sambil menangis.
Kupeluk dirinya. "Jika Adek tidak kuat di sini, Ibun tidak keberatan kok kalau Adek pulang bersama kami."
Ibun nggak mikir kalau ternyata Adek mengatakan Iya untuk pulang, Ibun harus bagaimana. Ibun belum ada pandangan untuk bersekolah dimana.
"Enggak Bun, Adek masih bisa dan bertahan disini. Cuma Adek nggak mau Ibun cepat-cepat pulang."
Ibun biarkan ia tertidur di pangkuan Ibun sampai ia terbangun. Kami pun rela untuk pulang malam dan sampai di rumah jam 02.00 pagi.

*****

Sebelum berangkat ke pondok, kami sempat foto-foto di photobooth. Bapak nggak bisa ikut karena bapak tidak bisa turut bersama kami, badannya tidak memungkinkan untuk ikut. Sengaja kami mencetak 4 lembar agar semua dapat menyimpan foto.



Baik-baik di pondok ya Dek. Ibu berdoa di sini Adek selalu dalam lindunganNya.
In syaa Allah Ibun segera menemgokmu.

Peluk sayang,
Ibun Tika

#Tantangansemtembercerita
#Tujuhharibercerita
#rumahbelajarliterasiipjogja
#Harikeenam

Senin, 16 September 2019

Mood Booster

Tantangan hari ke-lima nih. Tidak seperti tantangan-tantangan sebelumnya tema sudah ditentukan, mulai hari ke-lima tema bebaaas. Malah jadi bingung mau menulis apa. Maklum ya baru belajar menulis. Cuma bermodal semangat dan lebih banyak nekad sebenarnya 😁.

Jadi Ibun memutuskan untuk menulis tentang kejadian kemarin bertemu dengan para 'sahabat jiwa'. Sahabat jiwa? Siapa mereka? Sahabat jiwa adalah teman-teman Ibun bisa seorang konsumen, caregiver, dan pemerhati kesehatan jiwa yang terkumpul dalam komunitas konsumen. Ceritanya Ibun salah seorang founder komunitas konsumen, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI). Ibun bersama mas Bagus Utomo membuat komunitas konsumen mempunyai visi mengupayakan kesetaraan orang dengan gangguan jiwa dengan masyarakat pada umumnya. Nah, KPSI sudah memiliki beberapa simpul di beberapa wilayah Indonesia, salah satunya di Yogyakarta. Kapan-kapan saja ya cerita tentang komunitas konsumen KPSI. Ibun mau cerita tentang bagaimana rasanya ketika bertemu dengan para sahabat jiwa memiliki dampak mood booster. 

Sudah lama sebenarnya ingin berkumpul dengan para sahabat jiwa yang terhimpun dalam kepengurusan KPSI Simpul Yogya. Tapi, beberapa minggu lalu Ibun sama sekali tidak bisa bertemu karena sedang konsentrasi acara dalam rangka DMD Awareness World Day, tanggal 7 September lalu. Akhirnya setelah selesai kita bisa kumpul-kumpul lagi deh. Baiknya mereka, memilih tempat yang paling dekat rumah Ibun di Jakal. Berhubung cari yang bisa pul-kumpul, bisa lama, dan ada makanan pilihan jatuh pada KFC Jakal deh. 

Ibu mengira yang pertama datang adalah Ibun ternyata sudah didahului oleh mas Jerrie. Kita terus pesan makanan karena Ibun lapar banget. Iya hari yang sama Ibun baru selesai arisan RT kebetulan Ibun nguduh arisan. Kemudian kita bincang-bincang. Pembicaraan seputar obat-obat psikotik. Mas Jerrie seorang konsumen jiwa yang saat ini telah pulih. Luar biasa deh perjuanganna untuk pulih. Setelah itu kemudian datang mas Hendy. Mas Hendy sebenarnya salah satu pengurus KPSI Simpul Bali berhubung sedang belajar di Magister Psikologi di UGM, dia mendedikasikan diri menjadi volunteer di KPSI Simpul Yogya. (keren ya...👏). Ada yang lucu dari mas Hendy, beliau minta maaf maaf datang terlambat karena harus masak dulu. Masak? Ternyata mas Hendy setiap hari yang memasak untuk keluarga karena istrinya kurang mampu untuk memasak...wow hebat euy 👍)

Kemudian siapa lagi yang datang? Ahaa...si cantik, mbak Galih. Mbak Galih seorang caregiver dari adiknya. Wah ini makhluk selain cantik berhati lembut dengan kesabarannya berhasil mengantarkan adiknya menuju gerbang pernikahan dan saat ini adiknya semakin pulih. Biasanya kalau cerita tentang saat mendampingi adiknya mbak Galih kerap kali disertai uraian air mata, dan sekarang raut wajahnya semakin ceria. Selamat ya mbak, ikut bahagia mendengarnya. 

Selanjutnya yang datang adalah bunda Fatma. Ibu cantik yang energik. Jauh-jauh dari Kota Gede menyempatkan diri untuk berkumpul bersama kami. Bunda Fatma adalah seorang caregiver dari anaknya. Bila mendengar beliau bercerita dengan selalu semangat, kita yang mendengarkan ikut semangat juga. Ditambah kalau bercerita selalu disertai mimik yang lucu,  juga disertai derai tawa membuat teman bicaranya ikut merasa senang. Bahkan saat bicara hal-hal yang menyedihkan pun Bunda Fatma masih bisa tertawa. Wow..how amazing woman she is. 

Terus kita berkumpul mau ngapain? Tadinya kehadiran Ibun disana mau pamitan. Nggak bisa terlalu incharge lagi dalam setiap kegiatan KPSI termasuk dalam meng-inisiasi kopi darat. Dengan alasan kesehatan diri Ibun dan keluarga memang seharusnya Ibun sudah mulai membatasi diri. Tapi...Ibun ternyata nggak bisa lepas begitu saja. Hati Ibun tidak bisa lepas dari KPSI yang Ibun bangun sejak 19 tahun lalu di Yogya. Akhirnya Ibun tetap berada banyak di balik layar dan hadir pada saat Ibun dibutuhkan untuk mengelola kelas. Terima kasih sahabat jiwa untuk pengertian kalian (bikin haru...😢)

Here we are....
(ki-ka : mas Jerrie, mbak Galih, Bunda Fatma, Ibun, dan mas Hendy)

Selalu saat kumpul Bunda Fatma datang dengan makanan cemilan. Waah, dia mah nekad aja makanan dari luar digelar di meja padahal biasanya kalau kita makan di resto ngga  boleh ada makanan dari luar ya. Aaah, cuek aja kita mah....😆.

Kita banyak berbincang tentang kegiatan-kegiatan untuk teman-teman komunitas dalam sebulan ke depan. Oya, bulan depan tepatnya tanggal 10 Oktober adalah Mental Health World Day (Hari Kesehatan Mental Sedunia). Keinginan teman-teman kita melakukan usaha promotif  champaign about mental health. Setujuuuu saja saya mah. Selain itu ada beberapa kegiatan lain seperti berkreasi dengan decoupage nanti akan dimotori mbak Galih. Ibun bantu-bantu untuk kegiatan peer support, rencananya akan dilaksanakan tanggal 6 Oktober 2019 dengan tema Halusinasi. 

Selalu ya...ketika bertemu sahabat jiwa yang Ibun rasakan kebahagian. Kebahagian saling memberi pelajaran hidup dalam berjuang untuk bangkit dari segala masalah. Makanya jadi mood bootser bagi Ibun. 

Salam sehat jiwa...para sahabat jiwa. 

#tantanganseptemberceria
#tujuhharibercerita
#rumahbelajarliterasiipjogja
#Harikelima


Sabtu, 14 September 2019

Sukses Itu Berani Bangkit

Tantangan menulis hari ke-empat nih. Hehehe, nggak nyangka aja bisa sampai hari ke-empat. Pernah ikut suatu komunitas menulis dimana pertemuannya setiap dua minggu sekali. Wajib hadir. Saat hadir harus menulis dan setor tulisan. Kemudian nanti oleh para penulis yang sudah sering menerbitkan buku akan dikoreksi. Tapi Ibun hanya dapat bertahan selama kurang lebih tiga bulan. Karena Ibun di-kick karena dua kali pertemuan berturut-turut tidak hadir. Yaa...mau bagaimana saat itu kegiatan Ibun lagi banyak-banyaknya. Cur-col meneeeh...😄.

Tema kali ini optional, boleh menulis tentang buku apa yang dapat menginspirasi dalam hidup atau kata-kata atau sekarang istilah kerennya quote yang bisa membuat hidup lebih bermakna. Ibun lebih memilih quote saja. Kalau buku banyak banget. Saat ini belum ada buku yang membuat Ibun termotivasi. Mungkin pernah ada tapi lupa.

Sukses Itu Berani Bangkit. Keren kan kata-katanya? Ibun lupa pernah baca atau mengambil dari mana. Yang jelas kata-kata tersebut memotivasi Ibun ketika Ibun merasa tidak berdaya, putus asa, terpuruk, dan sedih luar biasa. Ya..Ibun juga manusia lah. Ada lah dimana keadaan yang membuay diri ini tak berdaya. Ketika ingat kata-kata tersebut Ibun kembali bersemangat dan berani untuk melanjutkan hidup.

Semangaaaat...✊.

#tantanganseptemberceria
#tujuhharibercerita
#rumahbelajarliterasiipjogja
#harikeempat

Jumat, 13 September 2019

Target 2019

Tantangan menulis hari ketiga nih. Harusnya kemarin postingnya tapi kemarin tepar nggak sempat menulis. Jadi hari ini deh. Nggak apa lah daripada tidak sama sekali. Menjaga konsistensi dan komitmen itu ternyata nggak mudah ya. Yang penting tidak sekedar wacana. Ok deh..cukup sudah cur-colnya ya.

Temanya 'Apa yang ingin dicapai tahun ini'? Lucu deh kalau baru ditentukan saat ini secara tutup tahun 2019 tinggal tiga bulan lagi. Ya udah deh dibuat simple aja ya.

Target sebagai Ibun
Ibun membuat indikator pencapaian berdasarkan permintaan dari pak suami, kakak, mas, dan adek. Harapannya Ibun bisa memenuhi permintaan mereka. Pak suami minta Ibun bisa konsisten menyiapkan obat untuk pak Suami. Kakak minta Ibun supaya lebih banyak interaksi dengan keluarga, terutama bisa masak untuk keluarga.Mas Aa minta Ibun supaya lebih banyak mendampingi saat sekolah. Adek minta Ibun supaya bisa menengok ke pondok tiap 2 minggu sekali.

Target sebagai Profesional
Ada tugas-tugas Ibun yang perlu Ibun selesaikan seperti mereview protokol penelitian, menyelesaikan laporan penelitian, mengembangkan klinik, dan membina yayasan disabilitas. Indikator yang Ibun buat ya sesuai dengan tugas tersebut. Ada yang harus dilakukan setiap hari, setiap minggu atau dua minggu sekali. Yang baru bisa konsisten yaitu mereview protokol penelitian.

Target untuk Diri Sendiri
Untuk semua hal di atas Ibun harus mengembangkan diri Ibun. Jadi Ibun harus banyak membaca. Waktu untuk membaca ternyata nggak banyak jadi Ibun memutuskan untuk membaca minimal satu bab sebuah buku dalam sehari.
Ibun juga nggak boleh lupa untuk meningkatkan kebutuhan spiritual Ibun. Jadi Ibun mewajibkan membaca Quran setiap hari minimal 3 halaman.

Target-target diatas termonitor dalam BuJo Ibun dalam Habit Tracker. Ternyata dengan membuat BuJo jadwal Ibun bisa termanage cukup baik walaupun belum sempurna.

Hambatan? Jelas ada lah. Hambatan selalu dari diri Ibun sendiri. Rasa malas, menjaga konsistensi dan komitmen untuk menulis BuJo. Pokoknya lakukan..lakukan..lakukan.

#tantanganseptemberceria
#tujuhharibercerita
#rumahbelajarliterasiipjogja
#hariketiga



Rabu, 11 September 2019

Musuh Terbesarku

Tantangan menulis kedua kali ini temanya cukup menarik. Bicara tentang musuh terbesar dalam hidup Ibun. Menarik ya? Bicara tentang musuh artinya segala sesuatu yang tidak menyenangkan. Keberadaannya bisa membuat hambatan pada diri. Jika musuh tersebut muncul maka akan membuat kacau keadaan, rencana, atau apa pun itu. Hmm, apa ya? atau siapa ya musuh terbesar Ibun.

Kalau mencoba merefleksikan diri musuh terbesar Ibun bukan siapa tapi apa. Iya bukan siapa yang menjadi musuh terbesar Ibun tapi apa. Ibun tidak akan menjadikan siapa pun menjadi musuh meskipun itu menyakitkan Ibun. Menurut Ibun ketika ada seseorang yang selalu berusaha menyakiti Ibun, dia sedang memberi pelajaran berharga untuk Ibun agar menjadi lebih baik. Kok begitu? Iya lah, karena orang yang berusaha menghambat hakikatnya ia sedang mengajarkan diri untuk bertahan dan berusaha lebih baik darinya. Itu menurut Ibun loh ya.

Jadi apa dong musuh terbesar Ibun? Hmmm, mau tahu aja atau mau tahu banget...hehehe. Musuh terbesar Ibun adalah  Prokrasinasi. Jadi bukan siapa tapi apa ya. Sikap prokrasinasi Ibun yang sering menghambat diri Ibun dalam segala hal. Lucunya, meskipun sudah tahu tanpa Ibun sadari sering melakukannya kembali. 

Ibun baru menyadari dua hal di atas yang sering menghambat apa yang harus Ibun lakukan. Ujung-unjungnya pencapaian Ibun tidak maksimal. Penyesalan itu biasanya datang belakangan, ya kan? Apa yang sudah direncanakan tidak sesuai rencana akhirnya menyesal dan malu sendiri deh.

Apa yang dimaksud dengan Prokrasinasi?
Prokrasinasi sendiri merupakan kata serapan dari Bahasa Latin procrastinare yang berarti "putting forward until tomorrow' atau megundurkan sesuatu sampai hari esok. Awalnya kata prokrasinasi tidak memiliki konotasi negatif hingga pertengahan abad ke-18, ketika permulaan revolusi industri. Sejak saat itu, prokrastinasi memiliki konotasi moral. Hal ini diartikan bahwa seseorang tidak menghayati kewajibannya, yang dapat menyebabkan penyesalan. Konsekuensi psikologis seperti mengalami penyesalan atau mempengaruhi kesejahteraan secara negatif, menurunkan kinerja, dan beberapa pandangan sosial yang tidak menyenangkan (Cit. Buka Kurung, 2017).


(Sumber : https://twitter.com/tim_fargo/status/1074908441460830208)

Ada cerita nih terkait sikap Prokrasinasi. Ceritanya beberapa bulan lalu Ibun mengajukan abstak untuk suatu event Internasional di Singapura, 9th International Conference-Together Against Stigma 2019. Abstrak Ibun dinyatakan diterima untuk presentasi poster. Ibun lupa kalau pasport Ibun sudah expire sejak satu tahun lalu. Ibun pikir ah nanti juga mudah untuk mempernjangnya jadi Ibun mengerjakan hal lain dulu. Sebulan setengah sebelum acara Ibun baru sadar harus segera menyelesaikan urusan pasport. Ibun belum berani registrasi kalau belum punya pasport. Ternyata sejak Ibun mengurus sampai saat ini tidak berhasil juga untuk mendaftar antrian online untuk mengurus pasport. Sementara travel agent yang biasa membantu ternyata tidak bisa membantu karena Kantor Imigrasi sedang memperbaiki sistem. Jadilah Ibun gagal untuk mendapatkan pasport tersebut, akibatnya Ibun gagal deh jalan-jalan ke Singapore..heheh. Untuk menghibur diri Ibun alihkan dengan mengerjakan penelitian hibah di tempat Ibun bekerja (konyol kan Ibun..hehehe). 

Sebenarnya masih banyak lagi pencapaian-pencapaian yang tidak maksimal yang Ibun lakukan tapi kalau mau dijabarin di sini bisa jadi cerita bersambung yang membosankan. Ibun berpikir ini harus diubah. Buat Ibun sikap prokrasinasi merupakan suatu bentuk regulasi diri yang imatur. Mau sampai kapan Ibun seperti ini. Kesannya tidak profesional. Malu ah..sudah ikutan belajar di Institut Ibu Profesional tapi tidak ada perubahan dalam hidup. Tapi ternyata nggak mudah ya untuk mengubah perilaku karena akan berkaitan dengan cara berpikir. Pola pikir Ibun yang harus berubah. 

Tapi bagaimana caranya?

Ibun teringat pernah mengikuti kulwap di IIP. Temanya menarik tentang Bullet Journal (BuJo). Ibun sebenar asing dengan materi tersebut. Setelah mengikutinya ternyata tertarik untuk melakukannya. Jadilah Ibun mencoba membuatnya. Seperti biasa awal-awal membuatnya sikap prokrasinasi sempat muncul. Ah, ntar aja deh masih banyak kerjaan yang lain. Terus saja begitu. Akhirnya setelah beberapa pekerjaan Ibun sering tertunda Ibun memutuskan untuk meng-eksekusi niat tersebut. Pertengahan Agustus Ibun memual membuat BuJo, itu juga masih nggak disiplin mengisinya. Sejak awal September ini Ibun mulai teratur mengisi BuJo. Semoga hal ini bisa menjadi solusi ya dari sikap prokrasinasi Ibun yang sudah menahun ini. 

Gambar di atas beberapa halaman yang Ibun buat dari BuJo bulan September ini. Hmm, perlu perjuang nih membiasakan untuk berpikir, bersikap lebih teratur. Semoga Ibun bisa istiqomah ya..heheh. Kan mau jadi Ibu Profesional.

#tantanganseptemberceria
#tujuhharibercerita
#rumahbelajarliterasiipjogja
#Harikedua

Selasa, 10 September 2019

Mereka Memilih Bertahan, Berkarya, dan Tetap Memiliki Harapan

Tahukah kamu tanggal 7 September itu adalah Hari Peduli Duchenne Sedunia (World Awareness Duchenne Day)? Duchenne? Iya Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) adalah salah satu jenis penyakit langka yang sampai saat ini belum ada obatnya. Sebenarnya bukan mau cerita tentang DMD tapi mau cerita tentang betapa bersyukurnya ibun bisa berkesempatan di tengah-tengah mereka..mendapat pelajaran hidup penuh makna yaitu rasa syukur.

Tapi ibun akan cerita sekilas tentang DMD ya biar kalian tahu kenapa ibun merasa wajib bersyukur.

Apa itu DMD?

Duchenne Musculat Dystrophy (DMD) adalah penyakit genetik distropi muskular yang paling sering dicirikan dengan adanya kelemahan progresif dan degenerasi otot skelet yang mengontrol pergerakan. Susah dimengerti ya karena masih menggunakan kata-kata berbau medis. Jadi maksudnya DMD itu adalah penyakit yang diturunkan dimana ada pengecilan otot-otot lurik yang berfungsi untuk pergerakan. Penyakit ini merupakan penyakit cepat memburuk keadaannya oleh karena itu dikatakan progresif.

Penyakit ini mengenai sekitar 1 dari 5000 kelahiran hidup anak laki-laki. Diperkirakan sekitar 20.000 anak di dunia didiagnosis dengan DMD setiap tahun.

DMD adalah penyakit otot akibat kekurangan protein yang disebut distrofin. Mutasi gen DMD dapat mengganggu produksi protein distrofin yang dibutuhkan sebagai 'schockbreaker' otot. Kurangnya protein ini dalam sel otot menyebabkan otot menjadi rapuh dan mudah rusak. Karena gen DMD terletak pada kromosom X, DMD utamanya mengenai laki-laki sedangkan perempuan biasanya carrier/pembawa atau hanya mengalami beberapa derajat gejala DMD.

DMD belum dapat disembuhkan,gdihnya di Indonesia umur harapan hidup anak-anak yang mengalami DMD jarang yang mencapai dekade ke-dua. Namun pengobatan dan terapi dapat membantu menangani gejala dan memperlambat perjalanan penyakit.

Sedih ya..? Mayoritas pada akhirnya anak-anak yang mengalami DMD akan tergantung mobilitasnya dengan kursi roda. Kelainan otot di punggung mereka menyebabkan Skoliosis (tulang belakang tidak lurus tapi melengkung-lengkung). Skoliosisnya menyebabkan rongga dadanya tidak dapat mengembang secara optimal sehingga mengalami kesulitan bernafas bahkan bisa sampai tidak dapat bernafas. Bisa dibayangkan kan apa yang dapat terjadi.

Tanggal 7 September kemarin tepatnya hari Sabtu, Ibun berkesempatan merayakan Hari Peduli Duchenne Sedunia di RS Akademik UGM. Acaranya menarik karena ternyata ada pembicara dari Belgia yaitu Maxime dan Phillip Arras. Maxime didiagnosis DMD pada usia 5 tahun dan hingga 20 tahun saat ini tidak memerlukan kursi roda untuk aktivitasnya. Kok bisa? Iya ternyata sejak usia kurang lebih 8 tahun ia mendapat terapi steroid dan terapi gen. Sementara Phillip Arras adalah orang tua hebat dari Maxime dimana kasih sayang dan pikiran positifnya mendobrak belenggu bahwa DMD tidak bisa pulih. Mereka mendedikasikan diri untuk menjadi subyek penelitian terapi gen. Bayangkan untuk terapi gen tersebut Maxime harus mengunjungi rumah sakit sebanyak 250 kali lebih, melakukan banyak pemeriksaan dan mendapatkan suntikan berulang kali. Saat mereka sharing pengalaman mereka tidak terasa air mata ibu mengalir tanpa bisa Ibun tahan.

Dilanjutkan sharing dari penderita DMD di Yyakarta yaitu Muhammad Fahmi bersama ibundanya ibu Anik. Mereka juga tidak kalah hebat. Walaupun dengan keterbatasan yang ada dimana mas Fahmi harus tergantung dengan kursi roda untuk mobilitasnya, Mas Fahmi tetap kuliah di Vokasi UGM dan sering memenangkan lomba design mobil bertaraf nasional dan internasional.

Cerita berlanjut lagi, anak-anak DMD sering sekali menjadi korban pem-bully-an di sekolahnya. Ada yang dibully secara verbal, ada yang menyembunyikan alat tulis, dan ada yang sampai dikencingin. Ya Allah...Ibun nggak tega mendengarnya. Luar biasanya lagi..baik anak dan orang tuanya tidak dendam. Mereka masih berpikir para pem-bully tidak memahami apa itu DMD. Mereka hanya menuntut permohonan maaf di depan teman-temannya dan mengganti baju yang sudah dikencinginya. Mereka tunjukkan dengan berprestasi. Terbukti anak tersebut menjadi pemenang menulis cerita tingkat nasional.

Melihat mereka ada rasa terharu dan malu. Terharu karena mereka begitu kuat dalam menjalani cobaan dalam hidup. Malu rasanya kalau Ibun tidak banyak bersyukur, malu rasanya kalau Ibun banyak mengeluh karena masalah yang Ibun rasakan tidak seberat apa yang mereka alami.


Luar biasa pelajaran hidup yang Ibun dapat dari mereka. Walau dengan keterbatasan yang ada mereka memilih untuk tetap bertahan, bersabar, dan memiliki harapan. Hebatnya lagi mereka tetap mau berkarya.

#tantanganseptemberceria
#tujuhharibercerita
#rumahbelajarliterasiipjogja
#harikesatu

Jurnal Kupu-kupu Pekan 7 : Terima Kasih Mentor dan Mentee

  Aaaah, nggak nyangka bisa sampai tahap ini. Pekan Tujuh, akhir dari tahap kupu-kupu. Alhamdulillah, Terima kasih Ya Allah. Berkat Rahmat-M...